Selasa, 17 September 2013

When I was Young....

Jaman SD sih gak ada yang namanya aturan jam malam.
Soalnya ya memang gak ada pikiran dolan malam.
Semua teman, si A, si B, si C ortu juga kenal. Jadi pergaulan juga gak aneh-aneh.

Jaman SMP juga gak ada tuh hitam di atas putih atau aturan JANGAN PULANG MALAM-MALAM.
Berasa tahu diri aja kalau sudah jam 8 atau paling gak jam 9 masih keluyuran ya langsung aja pulang.

Jaman SMA, juga gak ada aturan saklek paling telat pulang jam berapa.
Mana ada pulang lebih dari jam 10 malam.
Kalaupun lewat itu bisa dihitung jari.
Pertama waktu ultah teman di hotel.
Kedua waktu nonton pentas seni.
Ketiga waktu acara perpisahan.
Semuanya seijin ortu. Itupun bakal ditelpon sejak jam 7, diulang setiap 1 jam dengan pertanyaan yang sama.
Di mana, pulang jam berapa, pulang dengan siapa, naik apa.

Jaman kuliahpun gak jauh beda dengan SMA.
Paling malam ya jam 10 sudah sampai rumah.

Gak pernah nonton midnite?
Kenapa harus midnite kalu bisa nonton sore hari? Lagipula lebih mahal.

Gak pernah clubing?
Sebelum saya kuliah malah gak kenal istilah clubing!
Bukannya lebih enak kumpul sama teman satu genk, duduk di foodcourt sambil bergossip?

Kedengarannya gak asyik??
Masih bilang gak asyik kalo lu pulang kemaleman trus di jalan kenapa-napa??
Misal aja nih, ban motor atau mobil bocor padahal tukang tambal ban sudah tutup, masih berani bilang ortu yang suka menentukan jam malam itu gak asyik???
Bukannya lebih asyik jam 10 lu sudah di rumah, aman sentosa, sehat segar karena gak perlu dorong mobil?

Kejadian heboh seminggu yang lalu yang menimpa AQJ (saya rasa se-Indonesia Raya tahu) bikin saya bertanya-tanya.
Anak SMP jam segitu belum pulang apa gak dicari orang tuanya?
Kalo ortu gak di rumah apa gak dicek ke sopir atau pembantunya anaknya sudah pulang atau belum??

Banyak yang bilang jaman sekarang anak-anak lebih 'pintar' dari ortunya.
Pergaulan juga makin berbahaya, lingkungan semakin permisif dengan hal-hal yang sebenarnya tidak patut atau jelas-jelas salah.
Anak-anak yang salah pergaulan banyak sekali, apalagi di kota besar.
Tapi jangan lupa, anak-anak yang patuh dan berhasil juga tidak kurang.
Mereka ini pandai, tapi tidak kuper atau cupu. Mereka juga bergaul, bermain layaknya anak seusiannya, tapi tidak meninggalkan ajaran dan didikan yang baik.

Kalau mulai menyalahkan pihak sekolah (guru) kurang memberi bimbingan dan pengawasan kepada anak-anak, lalu apakah ortu sudah menjalankan perannya seagai ortu yang baik?
Kalau pemerintah bersalah karena kurang menyediakan fasilitas dan sebagainya, apa berarti ortu tidak salah?
Mosok iya pemerintah atau guru musti mengawasi semua anak-anak se-Indonesia?

Orang tua atau keluarga punya peran yang besar. Sangat besar.
Ortu punya andil yang besar dalam membentuk karakter kepribadian anak. Ortu berperan sebagai direct control untuk mengawasi anak-anaknya. 


Bersyukur saya punya ortu yang sedemikian ASYIKnya sehingga tanpa aturan yang harus dilontarkan dari mulut mereka pun saya dan adik-adik sudah bisa memilah mana yang baik dan tidak,mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak.
Tanpa batasan jam malampun kami tahu harus pulang jam berapa.
Begitu ASYIKnya mereka sehingga teman-teman dekat kami mereka juga kenal dan mereka tahu kami bergaul dengan teman yang baik.

Tidak ada komentar: