Yang namanya sinetron, ga bisa lepas dari keseharian masyarakat Indonesia, terutama para ibu.
Di rumahku, penggemar setia sinetron hanya ibuku.
Bisa dibilang mulai jam 7 sampai jam 11 malam ibuku akan menguasai TV.
Aku sampe geregetan. Mau nonton yang lain aja sampe ga bisa. Musti nunggu sinetron-nya nayangin iklan dulu baru deh channel-nya diganti.
Tapi gak muna juga sih... Aku juga jadi penonton sinetron, meski ga fanatik yang musti ngikutin ceritanya tiap hari.
Adikku pernah bilang, "Nonton sinetron bikin IQ tambah jongkok". Tapi toh kadang dia ikut nonton sinetron juga.
Beberapa kali nonton sinetron, aku tahu kalo ternyata penulis skenario (ato mungkin yang punya ide cerita?) itu gak pinter ato wawasannya kurang luas.
Yang aku tahu sendiri, ada salah satu temenku yang juga menulis novel, dia akan mengumpulkan berbagai referensi supaya novelnya bener-bener "berisi". Meski novel hanyalah sebuah cerita fiksi atau rekaan, dia gak bakal menuliskan hal-hal yang tidak ia ketahui kebenarannya.
Ada sih sinetron yang mendidik dan juga berbobot, tapi bisa dihitung jari.
Sedangkan kebanyakan lainnya, penuh dengan "bunga-bunga", yang intinya bikin aku gemes, geregetan, dongkol setengah mampus.
Berikut ini "kebodohan" dari pembuat cerita sinetron:
1. Ada adegan sang dokter ngliat hasil foto rontgen.
"gimana keadaan anak saya, dok?"
"dari foto ini, dengan menyesal saya katakan anak ibu menderita gagal ginjal akut. Harus segera dioperasi"
*Busyettt.... hebat banget tuw dokter bisa ngliat ginjal dr foto rontgen. Kayak paranormal aja, bisa ngeliat yg gak keliatan... ckckck...
2. Adegan kakak-adik lagi telpon-telponan Indonesia-Mesir
"Syukurlah kamu bisa nyelesein sarjana S1"
"iya, kak... Sekarang saya dan teman2 yang baru lulus bisa buka biro konsultasi psikologi"
"jadi psikolog yang sukses ya, dik..."
*yang ini sukses bikin adikku -yang lagi ngambil kuliah S2 Psikologi dengan susah payah untuk dapat gelar sebagai seorang Psikolog- mencak2 gak karuan. Katanya, "lha ngapain aku sekolah lagi kalo lulus S1 udah bisa jadi psikolog...
3. Pemeran antagonis dalam suatu obrolan...
"Tenang aja tante, saya ini khan seorang psikolog, jadi tante serahkan saja pada saya, anak tante pasti bisa saya sembuhkan dari depresinya"
Trus di lain kesempatan, pemeran antagonis yang sama bilang, "Sebagai psikiater, saya yakin anak ibu perlu ketenangan supaya tidak terlalu stress"
*lah... sejak kapan psikolog sama dengan psikiater...????
Tuh, kan?? Emang sinetron bikin "gemes"!!
Jadi penonton yang kritis, jangan mau dobodohin sama sinetron!!
Kamis, 12 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar